sqIus80d5VwRjHCsULqdp1Lmmq7jVxCChULbkU68
Bookmark

Durasi Tektok Gunung Ciremai via Palutungan

Kalau ngomongin gunung tertinggi di Jawa Barat, nama Gunung Ciremai pasti langsung muncul di kepala. Dengan ketinggian 3.078 mdpl, gunung ini berdiri gagah di perbatasan Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Dari jauh, puncaknya sering tertutup awan, bikin penasaran dan mengundang siapa saja yang suka mendaki untuk datang.

Selain dikenal sebagai titik tertinggi di Jawa Barat, Ciremai juga punya banyak cerita. Baik dari sisi sejarah maupun dari sisi alamnya yang kaya. Ada 5 jalur menuju puncak Gunung Ciremai. Semua jalurnya terkenal panjang, menanjak, dan menguras tenaga. Meski begitu, Ciremai tetap menjadi favorit dan selalu punya tempat spesial di hati para pendaki. Apalagi dengan predikat gunung tertinggi di Jawa Barat, kayak gimana gitu kalau belum pernah ke Ciremai. Setiap akhir pekan dan hari libur, Ciremai akan dipadati para pendaki. Terlebih setelah tren mendaki tektok yang populer belakangan ini, membuat gunung semakin ramai saja di akhir pekan, begitupun dengan Gunung Ciremai.

Tektok Ciremai via Palutungan

Tektok ke Gunung Ciremai via Palutungan

Dua tahun lalu saya sudah pernah mendaki Ciremai lewat jalur Apuy. Kali ini, saya kembali lagi—bedanya dengan konsep tektok dan memilih jalur Palutungan. Perjalanan ini berawal dari sebuah ajakan pendakian bersama di komunitas pendaki tektok bernama **Sobat Tektok**. Komunitas ini pasti sudah tidak asing, namanya sudah semakin besar dan ini juga bukan kali pertama saya ikut pendakian bareng mereka.

Karena jalurnya Palutungan, saya langsung tertarik untuk gabung. Meski agak ribet karena harus meeting point di Jakarta (padahal saya tinggal di Jawa Barat) tapi rasa penasaran untuk mencoba jalur ini lebih besar daripada mikirin muternya perjalanan.

Di antara beberapa jalur yang ada, Palutungan termasuk salah satu yang paling ramai. Lokasinya dekat dengan kawasan wisata alam Kuningan, aksesnya jelas, fasilitas basecamp lengkap, dan jalurnya cukup aman meski panjangnya bikin ngos-ngosan. Dari basecamp hingga puncak, rata-rata pendaki butuh 6–8 jam naik, lalu 5–7 jam turun. Jadi jangan kaget kalau tektok Ciremai via Palutungan bisa makan waktu seharian penuh.

Estimasi Waktu Pendakian Tektok Gunung Ciremai via Palutungan

Kami tiba di Basecamp Palutungan dini hari, sekitar jam 1 pagi. Suasana basecamp sudah cukup ramai. Ada yang baru tiba, ada yang sedang siap-siap, ada juga yang masih ngopi sambil menunggu waktu start. Registrasi di basecamp cukup cepat dan sudah di kolektif sama leader kami.

Setelah selesai bersiap dan sarapan singkat, kami sempatkan stretching sebentar, brefing dari pak ketua, lalu langsung tancap gas sekitar pukul 2.50 AM. Targetnya sih bisa sampai puncak sebelum matahari naik terlalu tinggi.

Basecamp ke POS 1: 65 menit

Dari gerbang pendakian, rombongan sekitar 60 orang itu mulai melangkah bersamaan. Suasananya masih ramai, semangat masih utuh, semua masih saling sapa dan foto-foto dulu pastinya. Tapi, baru jalan beberapa ratus meter, barisan mulai terpecah, masing-masing otomatis menyesuaikan ritme napas dan langkahnya. Akhirnya tinggal beberapa orang saja yang seirama dengan pace saya pagi itu. Tapi tenang, nggak perlu takut ketinggalan, karena di setiap pendakian bareng Sobat Tektok selalu ada sweeper, tim yang jalan paling belakang buat memastikan nggak ada peserta yang nyasar atau tertinggal sendirian di jalur.

Info Tektok Gunung Ciremai
peserta tektok kurang lebih 60 orang

Jadi santai aja, nikmati aja tiap langkahnya. Dari gerbang memang langsung disambut tanjakan, tapi untungnya jalurnya masih manusiawi, berupa tangga-tangga yang disusun rapi. Lumayan bikin paha panas tapi hati masih happy. Hehe. Menuju POS 1 ini terasa panjang banget, rasanya kayak udah jalan jauh tapi kok papan pos belum kelihatan juga. Akhirnya, setelah sekitar satu jam jalan sampailah juga di POS 1 Cigowong. Lega, setelah melihat papan penandanya dari kejauhan.

POS 1 ke POS 2: 20 menit

POS 1 merupakan area yang cukup luas dengan satu bangunan shelter dan beberapa warung kecil di sekitarnya. Fasilitasnya lengkap, ada toilet juga, namun pagi itu semuanya masih tutup. Maklum, waktu baru menunjukkan pukul 03.50 AM. Setelah menarik napas sebentar dan minum, saya langsung lanjutkan langkah menuju POS 2 tanpa berlama-lama.

Jalur dari POS 1 ke POS 2 masih tergolong mudah. Medannya masih bersahabat, belum ada tanjakan curam yang berarti. Jaraknya pun dekat; sekitar 20 menit berjalan dengan ritme santai sudah sampai di POS 2 Kuta. Meski langit masih gelap, suasananya tetap terasa lebih hidup. Cahaya-cahaya senter dari pendaki lain berkelip di depan dan belakang.

POS 2 ke POS 3: 30 menit

POS 2 hanya berupa lahan kecil dengan satu plang penanda sederhana. Tidak ada shelter atau area nyaman untuk beristirahat. Karena kondisi tubuh masih cukup segar, saya memutuskan untuk terus jalan tanpa berhenti lama di sini. Lagipula, katanya POS ini memang kurang ideal untuk istirahat.

Perjalanan menuju POS 3 mulai terasa menantang. Jalur yang tadinya landai berubah menjadi lebih curam dan licin, pijakan pun terasa semakin berat. Mungkin karena tenaga mulai terkuras setelah berjalan cukup lama. Sekitar 30 menit kemudian, akhirnya saya tiba di POS 3 Paguyangan Badak.

POS 3 ke POS 4: 35 menit

Tiba di POS 3, sudah banyak teman pendaki lain yang beristirahat sambil menunaikan salat Subuh. Area POS 3 ini memang cukup nyaman, lahan luas dengan satu shelter, pas untuk berhenti sejenak melepas lelah.

Setelah istirahat sekitar 15 menit, saya kembali melanjutkan pendakian menuju POS berikutnya. Dari titik ini, jalur pendakian terasa mulai “serius”. Tanjakan lebih curam, tanah mulai licin, dan tenaga perlahan terkuras. Setelah sekitar 35 menit mendaki dengan ritme stabil, akhirnya saya tiba di POS 4 Arban pada pukul 05.30 pagi. Langit mulai terang, menandakan hari baru benar-benar dimulai di kaki gunung.

POS 4 ke POS 5: 20 menit

Di POS 4 juga tersedia shelter yang cukup nyaman untuk beristirahat atau berteduh jika hujan turun di jalur. Namun karena kondisi masih cukup segar, setelah istirahat di POS 3 tadi, kami memutuskan untuk tidak berhenti lama di sini. Apalagi langit sudah mulai terang, menambah semangat untuk segera melanjutkan perjalanan menuju puncak, meskipun masih jauh juga sih.

Hanya sekitar dua puluh menit berjalan dari POS 4, akhirnya kami tiba di POS 5, Tanjakan Asoy pada pukul 05.50 pagi. Sesuai namanya, jalur menuju pos ini mulai menanjak dengan sudut yang cukup terasa, tapi suasana pagi yang sejuk membuat langkah tetap ringan.

POS 5 ke POS 6: 40 menit

POS 5 merupakan area yang cukup luas dan bisa digunakan untuk mendirikan beberapa tenda. Di sini juga terdapat sebuah shelter kecil yang cukup membantu bagi pendaki yang ingin beristirahat sejenak. Sesuai namanya, Tanjakan Asoy, pos ini berada tepat sebelum jalur menanjak panjang yang menanti di depan. Begitu melangkah dari sini, pendaki langsung disambut tanjakan curam yang mulai menguji tenaga dan napas. Dari titik ini, jalur memang didominasi oleh tanjakan demi tanjakan tanpa banyak jalur landai.

Tanjakan Asoy Gunung Ciremai
POS 5 Tanjakan Asoy, Ciremai via Palutungan

Perjalanan menuju pos berikutnya cukup panjang. Butuh sekitar empat puluh menit mendaki dengan ritme konsisten, untuk akhirnya saya tiba di POS 6 Pasanggrahan.

POS 6 ke POS 7: 60 menit

POS 6 merupakan titik transit terakhir bagi para pendaki yang berkemah. Area ini menjadi lokasi camping ground utama di jalur Ciremai via Palutungan. Lahannya cukup luas dengan beberapa undakan tanah yang bisa menampung banyak tenda. Di sini juga tersedia shelter darurat yang bisa digunakan untuk berteduh saat cuaca kurang bersahabat.

Saya memilih beristirahat agak lama di POS 6 untuk membuka sebagian perbekalan. Rasa lelah mulai terasa, ditambah perut yang mulai lapar setelah berjalan sejak dini hari. Saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul 06.30 pagi, momen yang pas untuk menenangkan napas sebelum melanjutkan pendakian ke jalur berikutnya.

Setelah istirahat kurang lebih 10 menit, saya lanjutkan lagi pendakian. Perjalanan dari POS 6 menuju POS 7 bisa dibilang cukup menguras tenaga. Jalurnya semakin menanjak dengan kemiringan yang lebih curam, membuat langkah harus lebih hati-hati. Vegetasi mulai berubah, pohon-pohon besar perlahan berganti dengan semak dan pepohonan berukuran sedang. Udara terasa lebih dingin, sementara napas mulai tersengal karena tanjakan seolah tak ada habisnya.

Setelah mendaki 1 jam lamanya, tiba juga di POS 7 Sangiang Ropoh. Pos terakhir sebelum tiba di Simpang Apuy alias persimpangan jalur Palutungan dengan jalur Apuy.

POS 7 ke Simpang Apuy: 55 menit

POS 7 ini areanya cukup sempit, hanya berupa plang penanda di perlintasan jalur tanpa ruang luas untuk beristirahat lama. Tidak ada shelter ataupun area datar yang nyaman untuk mendirikan tenda. Biasanya para pendaki hanya berhenti sebentar di sini untuk menarik napas sebelum melanjutkan perjalanan.

Informasi Tektok ke Gunung Ciremai via Palutungan
Trek Menuju Simpang Apuy, Ciremai via Palutungan

Menuju Simpang Apuy, kecepatan berjalan semakin melambat, dan beberapa kali saya harus berhenti sejenak untuk mengatur ritme napas. Meski begitu, suasana hening di antara pepohonan memberi energi tersendiri untuk terus melangkah. Setelah kurang lebih lima puluh lima menit mendaki dengan pace yang stabil, akhirnya saya tiba di POS Simpang Apuy. Rasa lelah jelas terasa, tetapi semangat kembali naik melihat pemandangan yang semakin terbuka dan udara yang terasa lebih segar di ketinggian ini.

Simpang Apuy ke Goa Walet: 30 menit

Simpang Apuy-Palutungan Jalur Gunung Ciremai
Simpang Apuy, Ciremai via Palutungan

Dari Simpang Apuy menuju Goa Walet, jalurnya mulai terbuka dan didominasi bebatuan sehingga langkah harus lebih hati-hati karena medan berbatu membuat pijakan tidak selalu stabil. Vegetasi mulai jarang, sehingga sinar matahari bisa langsung terasa di jalur pendakian. Sayangnya hari itu mendung dan berkabut. Angin gunung berhembus cukup kencang, memberikan keseimbangan antara rasa lelah dan semangat untuk segera tiba di titik berikutnya. Waktu tempuh dari Simpang Apuy ke Goa Walet sekitar tiga puluh menit dengan ritme berjalan santai namun stabil.

Seperti juga pernah dijelaskan di artikel Gunung Ciremai via Apuy, Goa Walet merupakan salah satu titik terkenal di Gunung Ciremai. Lokasinya berada di ketinggian sekitar 2.900 meter di atas permukaan laut dan sering dijadikan tempat beristirahat terakhir sebelum menuju puncak. Sesuai namanya, goa ini disebut “Goa Walet” karena dulunya menjadi sarang burung walet yang hidup di celah-celah batu di area sekitar. Dari sini, jalur menuju puncak Ciremai sudah terlihat jelas—menanjak tajam dengan bebatuan besar yang menuntut tenaga terakhir sebelum mencapai titik tertinggi Jawa Barat.

Goa Walet ke Puncak: 30 menit

Medan menuju puncak dari Goa Walet benar-benar menantang. Jalurnya menanjak curam dengan dominasi bebatuan besar yang bercampur kerikil licin, membuat setiap langkah harus ekstra hati-hati. Di beberapa bagian, pendaki perlu menggunakan tangan untuk memanjat batu yang cukup tinggi. Kesalahan pijak sedikit saja bisa membuat tergelincir, jadi fokus dan keseimbangan benar-benar diuji di sini.

Info Jalur Pendakian Gunung Ciremai
Trek Menuju Puncak Ciremai via Palutungan

Secara jarak, puncak memang tidak terlalu jauh dari Goa Walet. Namun karena medannya berat dan jalurnya sempit, kecepatan berjalan pun melambat. Ditambah lagi, jumlah pendaki semakin banyak karena bertemunya dua jalur (Palutungan dan Apuy) sehingga antrean di beberapa titik tak terhindarkan. Setelah sekitar tiga puluh menit mendaki perlahan, akhirnya puncak Gunung Ciremai pun terlihat di depan mata, menghadirkan rasa lega dan haru setelah perjalanan panjang sejak dini hari.

Tiba di puncak sekitar pukul 09.30, artinya pendakian kali ini memakan waktu kurang lebih enam jam tiga puluh menit, masih sesuai dengan ekspektasi awal. Rasa lega dan syukur bercampur jadi satu, melihat akhirnya semua perjuangan dari dini hari terbayar lunas. Meski begitu, masih ada satu PR besar menanti: perjalanan turun. Tapi untuk sementara, biarlah. Saatnya menikmati dulu suasana puncak Ciremai yang berselimut kabut.

Puncak Gunung Ciremai via Palutungan
Rombongan Sisa Segini di Puncak

Sejak pagi, cuaca memang cukup mendung disertai angin yang lumayan kencang. Awan bergerak cepat menutup dan membuka pemandangan secara bergantian. Kadang tampak jelas kawah raksasa Ciremai, kadang tertutup rapat oleh kabut putih. Suasananya dingin tapi menenangkan, semacam jeda alamiah setelah perjalanan panjang penuh tanjakan.

Kawah Gunung Ciremai
Kawah Gunung Ciremai

Aktivitas di puncak pun sederhana saja. Kami hanya makan bekal dan tentu saja foto-foto sebentar untuk mengabadikan momen. Waktu istirahat di atas tidak lama, sekitar satu jam saja, sebelum akhirnya bersiap untuk kembali turun. Cuaca yang tidak menentu membuat kami memutuskan turun lebih cepat agar tidak terjebak hujan di jalur.

Ciremai via Apuy

Perjalanan turun memakan waktu sekitar empat jam. Jalur yang sebelumnya menantang saat naik terasa sama beratnya saat turun, apalagi ketika tubuh mulai lelah. Sekitar lima ratus meter menjelang gerbang pendakian, hujan deras turun tiba-tiba. Meski sempat mengenakan jas hujan, karena sakit derasnya air tetap saja basah kuyup, tapi justru itu yang membuat perjalanan kali ini terasa lengkap. Capek, dingin, tapi puas.

Penutup

Pendakian tektok ke Gunung Ciremai via Palutungan benar-benar jadi pengalaman yang melelahkan sekaligus memuaskan. Tanjakan demi tanjakan seolah tak ada habisnya, tapi semua rasa letih langsung terbayar begitu berdiri di puncak tertinggi Jawa Barat. Ada kepuasan tersendiri saat menyadari tubuh dan pikiran berhasil melewati setiap tantangan di jalur panjang itu.

Bagi saya pribadi, tektok bukan soal siapa yang paling kuat atau paling cepat, tapi tentang bagaimana mengendalikan diri. Belajar tetap sabar, tetap bergerak, bahkan ketika kaki dan napas sudah sama-sama menolak. Di situlah letak pelatihannya, bukan hanya fisik, tapi juga mental.

Kalau kamu suka tantangan dan ingin merasakan sensasi mendaki seharian penuh tanpa bermalam di tenda, coba sekali-kali tektok Ciremai via Palutungan. Siapa tahu, dari perjalanan itu kamu malah makin jatuh cinta pada gunung, dan pada versi dirimu yang lebih kuat dari yang kamu kira.

Kesimpulan

Beberapa garis besar yang bisa diambil dari pengalaman pendakian tektok ke Gunung Ciremai sebagai catatan untuk teman-teman:

  • SIMAKSI untuk tektok dibayar offline sebesar Rp. 120.000,-.
  • Usahakan menginap di basecamp untuk pendakian lebih awal.
  • Usahakan tidur sebelum mendaki supaya tubuh lebih fit.
  • Jika memungkinkan, mendakilah sebelum subuh sekitar pukul 2-4, supaya bisa kembali ke basecamp sebelum gelap.
  • Pastikan peralatan dan perlengkapan serta logistik mencukupi karena jalur ke Puncak Ciremai cukup panjang.
  • Gunakan sepatu gunung agar lebih safety, meskipun tidak hujan dan hanya mendaki tektok (PP).
  • Bawalah air 1 x 1,5 liter per orang atau lebih untuk pendakian tektok ke Ciremai. Warung hanya tersedia di POS 1.
  • Jangan tinggalkan sampahmu di gunung ya!
  • Jaga prilaku dalam bertutur dan berlaku saat di gunung. Permisi permisi-lah setiap lewat jalur, buang air kecil dan buang air besar.
  • Perlu selalu diingat bahwa pendakian gunung apalagi tektok (pulang-pergi) selalu melibatkan risiko, jadi persiapkan diri kamu sebaik-baiknya dan patuhi peraturan yang berlaku.

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca artikel ini hingga selesai. Senang bisa berbagi pengalaman dengan teman-teman semua. Semoga informasi tentang pendakian tektok Gunung Ciremai bisa menjadi referensi bagi teman-teman yang sedang mencari info tentang pendakian tektok ke Gunung Ciremai. Siap menjajal puncak tertinggi di Jawa Barat dalam satu hari?

Posting Komentar

Posting Komentar